Menumbuhkembangkan karakter bangsa yang bermoral bukan
sekedar persoalan penyampaian teori tentang ilmu etika dan moral sebagai mata
pelajaran di sekolah, melainkan membangun kebiasaan yang berkesinambungan dari
hari ke hari. Bagi seorang anak, untuk membangun sebuah kebiasaan tersebut
membutuhkan figure panutan yang dapat dijadikan teladan. Keteladanan dari orang
sekitarnya menjadi dasar pembentukan konsep moral yang dimiliki anak. Pembentukan
kepribadian anak selama ini banyak dipengaruhi oleh factor dari dalam dirinya,
lingkungan sekitar, pola asuh orang tua, dan pendidikan di sekolah.
Menurut piaget (The Child’s conception of Space:
1971), pemahaman anak usia dini terhadap nilai moral dapat melalui dua cara dan
bergantung pada kematangan perkembangan psikologis anak bersangkutan. Pada anak
usia 2-6 tahun, perihal baik buruk dan aturan-aturan dikonsepsikan sebagai
sifat yang tidak bisa dirubah atau berkekuatan tetap (heteronomous morality). Pada usia 7-12 tahun anak bisa
mempertimbangkan konsekuensi logis dari tindakannya (autonomous morality).
Oleh karena itu, para orang tua dan guru perlu
konsistendalam member teladan baik dan buruk kepada anak usia 2-6 tahun. Di usia
itu anak tidak dapat menerima aturantentang baik buruknya yang berubah-ubah. Sesuai
dengan karakteristik anak prasekolah (2-6 tahun), orang tua perlu melakukan
hal-hal sebagai berikut :
Dalam pendidikan
pada usia dini (PAUD), anak harus disiapkan secara mental dan intelektual. Penanaman
sikap mental dan moral anak usia dini dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang
menyenangkan (permainan), seperti memperkenalkan nilai-nilai moral melalui
aneka gambar dan dongeng. Dibutuhkan guru yang sabar dan tlaten dalam menyelami
jiwa anak yang penuh imajinasi, sehingga terjalin komunikasi belajar yang kuat
dan anak menjadi suka belajar kepada guru.
Pada saat
anak memasuki sekolah dasar, kematangan fisiknya terlihat melalui pengendalian
terhadap otot-otot motorik, seperti bisa memegang alat tulis, menulis dengan
cara yang benar, dan koordinasai antar indera. Kematangan fisik inilah yang
membuat siswa sekolah dasar dapat berkonsentrasi untuk melakukan kegiatan
belajar disekolah secara optimal.
Daya adaptasi
anak usia SD ditandai dengan kemampuannya bergaul dengan teman teman barunya
dari berbagai latar belakang, menghormati guru, dan menaati tata tertib
sekolah. Orang tua dan guru harus berperan aktif dalam mendorong anak untuk
mengendalikan emosi dan mengontrol diri melalui ucapan dan perilaku sesuai
dengan norma yang berlaku, serta menegur anak jika perilaku anak dianggap
menyimpang dari kesepakatan yang sudah dibuat.
Dalam proses
pembelajaran selama enam tahun, anak diharapkan memilki kecakapan hidup untuk
mengatasi segala macam persoalan dan tantangan yang dihadapinya secara mandiri.
Orang tua harus mendukung terciptanya kemandirian anak. Program kegiatan
pembelajaran di sekolah harus dapat membangun karakter mandiri dalam diri anak,
baik dalam tugas-tugas belajar yang terkait dengan kurikulum atau program pembiasaan
sebagai pengembangan kepribadian anak di sekolah. Sekolah harus memperkenalkan
manfaat teknologi informasi dan komunikasi kepada siswa, yang telah akrab dengan
berbagai alat komunikasi canggih seperti telepon seluler dan laptop. Pengenalabn
harus dilakukan sejak dini melalui pengarahan etika menggunakan peralatan ICT
agar tidak terjadi penyalahgunaan fungsi teknologi tersebut dikemudian hari.
Menurut anda,
bagaimana cara memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi siswa SD tersebut??
Analasis Kasus (Case Analysis )
Pada prinsipnya, tidak ada anak nakal, yang ada anak
yang belum tahu caranya berbuat baik.
Kutipan diatas bukan tanpa alasan, mengingat perilaku
siswa terbangun dan dipengaruhi faktor dari dalam diri, seperti rasa ingin tahu,
hasrat menghadapi tantangan, ingin menjelajah, dan coba-coba, serta dari luar
diri berupa pengaruh teman sebaya, tontonan/tayangan, dan informasi yang
diperoleh.
Perilaku siswa yang tidak sesuai dengan nilai-nilai
moral yang dikehendaki dapat dipetakan dengan mengemukakan alasan mendasar
mereka melakukan perbuatan itu.
Pertama : Perbuatan yang Tidak Diketahui
Pada kasus video porno pada ponsel siswa kelas II SD,
menurut pengakuan anak bersangkutan dan orang tuanya, mereka membeli ponsel
bekas. Dikarenakan ketidakpahaman akan pengoperasian fitur-fitur yang ada di
dalamnya, kejadian itu tidak dapat dihindari.
Kedua : Rasa Ingin Tahu
Rasa ingin tahu anak usia kelas IV SD sangat besar
terhadap sesuatu yangmenarik perhatian, ditambah kecepatan kematangan biologis
sehingga mereka secara sembunyi-sembunyi ingin mendapatkan atau
mengoleksibahkan menyimpan gambar dan video porno. Bisa jadi rasa ingin tahu
menjadi penyebab utama, namun bisa juga karena pengaruh teman sebaya ( berbagai
film ) dan sebagainya.
Ketiga : Tidak Sengaja
Anak mengumpat bisa jadi merupakan reaksi spontan
dari sebuah perlakuanyang tidak menyenangkan. Dengan kata lain, anak secara
tidak sengaja mengumpat. Umpatan tidak sengaja ini mungkin saja dia dapatkan
dari pergaulan dengan orang-orang disekitarnya, anggota keluarga, teman sekolah
dan teman bermain di rumah. Oleh karena itu, orang tua dan guru tidak boleh
langsung menghakimianak dengan hukuman tanpa melihat latar belakang anak
tersebut mengumpat. Reaksi berlebihan terhadap umpatan anak hanya akan
memperkuat perilakunya atau lebih parah lagi, umpatan dibalas dengan umpatan.
Keempat : Sengaja Melanggar
Perbuatan sengaja melanggar oleh siswa biasanya
dilatarbelakangi oleh perasaan tidak puas terhadap orang tua/guru dan bentuk
protes atas ketidakpedulian mereka. Disisi lain, perbuatan sengaja melanggar
merupakan pemberontakan pada sebuah peraturan yang dirasa terlalu mengekang.
Padahal, anak usia SD terutama yang sudah mengalami pubertas, memiliki
kebutuhan untuk diakui ( self esteem needs )
Penyelesaian Masalah Kreatif ( Creative Problem
Solving )
Sudah saatnya orang tua dan guru bekerjasama dalam
merancang pembentukan karakter anak didiknya. Menurut lawrence kohlberg,
orientasi moral anak usia SD ( 6-12 tahun ) bergantung pada baik buruknya suatu
tindakan yang mengandung konsekuensi logis yang diterimanya. Secara naluri,
anak usia SD akan berusaha taat terhadap aturan dan tidak ingin dihukum. Untuk
mengupayakan naluri taat terhadap aturan dan tidak ingin dihukum, orang tua
harus melakukan hal-hal berikut :
1.
Sejak dini
memperkenalkan dan membiasakan aturan atau sistem nilai yang dianut dalam suatu
keluarga.
2.
Senantiasa
membiasakan ketaatan dan kebaikan dalam perkataan dan perbuatan. Orang tua
memberikan teladan langsung kepada seluruh anggota keluarga.
3.
Menciptakan
ruang komunikasi yang terbuka bagi seluruh anggota keluarga sehingga tercipta
sebuah hubungan yang harmonis, saling percaya, dan terikat secara emosi.
4.
Kesediaan
untuk saling menegur jika ada tindakan anggota keluarga yang tidak sesuai
dengan aturan yang telah disepakati.
5.
Membiasakan
berkomunikasi dengan kalimat-kalimat baik dalam keseharian sebagai bentuk
ungkapan kasih sayang.
6.
Penggunaan
peralatan TIK dalam keluarga sebaiknya didasarkan pada kebutuhan, bukan sekedar
mengikuti trend atau gengsi.
Keterlibatan orang tua dalam pengembangan karakter anak amat dibutuhkan,
terutama pada saat anak berada didalam pendidikan sekolah dasar. Usia SD sangat
tepat untuk meletakan fondasi bagi terbentuknya konsep moralitas anak.
Sementara itu, relasi dan komunikasi yang harmonis antara siswa, guru, dan
sekolah akan mencoptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan siswa.
Bagi guru, perilaku yang diharapkan siswa SD adalah sebagai berikut :
seorang guru dapat menggunakan kemampuan mendengarkan empati ( empatic listening ) untuk
mengajar dan kegiatan pembelajaran, menjadi sahabat siswa, dan menjadi teladan
yang baik.
Guru abad 21 dituntut memiliki kecakapan komunikasi dan kemampuan
mempengaruhi untuk membangkitkan motivasi belajar siswa. Sebagai penguatan ( reinforcement
), guru dapat memberikan contoh-contoh kisah sukses diri sendiri, alumni, atau
tokoh-tokoh lain. Kisah kegagalan juga perlu diceritakan dengan mengurai
penyebabnya agar siswa bisa belajar dari kegagalan tersebut. Kejujuran guru
dalam menjelaskan kesuksesan dan kegagalan tokoh adalah modal paling dasar bagi
kepercayaan siswa. Kejujuran seorang guru tercermin pada ucapan dan perilaku
yang dapat memegang teguh prinsip dan tatanan yang benar, taat terhadap aturan,
berani mengakui kekurangan dan kesalahan diri, bertanggung jawab dan dapat
dipercaya.
Keberanian guru untuk menceritakan pengalaman kegagalannya akan dilihat
sebagai sisi manusiawi oleh siswa dan dapat memberikan inspirasi kepada
dirinya. Siswa merasa pengalaman tersebut memiliki kemiripan dengan pengalaman kesulitan
belajar yang dialaminya. Seorang guru yang bercerita atau mengarang cerita
tentang kesuksesannya saja, tanpa pernah mengalami kegagalan oleh sebagian
siswa yang kritis akan dicurigai sebagai cerita ilusi dan bualan belaka.
Apalagi jika guru tidak dapat menjelaskan langkah konkret dalam menempuh
keberhasilan itu.
Keteladanan guru dapat terwujud
dalam bentuk perilaku yang bersahabat, menjalankan kegiatan dengan jujur, dapat
dipercaya, serta memberi contoh perilaku yang dapat menginspirasi siswa untuk
semangat dalam belajar. Keteladanan itu tidak di buat-buat, tetapi sudah
menjadi kebiasaan sehari-hari, baik saat mengajar dikelas maupun melalui
ucapan, perasaan, tindakan, dan kepekaan dalam menghadapi berbagai situasi.
Ketika guru mampu menjadi teladan bagi siswa, maka sosok guru itu akan
terinternalisasi didalam hati siswa.
2. Pembangunan
Karakter Remaja Siswa SMP
Bebagai
penyuluhan seperti pencegahan narkoba dan seks bebas diperuntukan bagi remaja.
Ini artinya remaja memang rentan terhadap perilaku yang membahayakan dirinya
dan masyarakat di sekitarnya. Kenyataan ini tidak boleh kita abaikan. Bagaimana
kalau mereka itu anak-anak atau siswa kita?
Masa remaja merupakan masa
peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada masa itu terjadi
proses pencarian jati diri. Remaja akan menghadapi berbagai masalah yang
menyertai prosespertumbuhannya secara fisik, kognitif, emosi, sosial, dan
spiritual. Remaja belum dapat menemukan pijakan yang kokoh bagi pembentukan
konsep dirinya sehingga sering membuat masalah bagi dirinya dan lingkungannya.
Konflik batin ( kecewa, cemas, marah ), libido seksual, agresiftas (menurut
freud), dorongan untuk berkuasa ( menurut adler ), dan ketidaksadaran kolektif
( menurut jung ) bisa membuat remaja kehilangan nilai kemanusiaan dalam
berperilaku.
Remaja pesimis akan masa
depannya sendiri, acuh terhadap tugas sekolah. Ini terjadi karena mereka
mengalami sendiri kepahitan hidup, sehingga lebih memilih mempertahankan hidup
daripada sekolah. Penyebab lainnya, mereka mereka berada pada linggungan yang
tidak bersahabat, ditambah hasrat besar untuk hidup lebih enak. Bagi mereka,
hidup instan adalah alternatif pilihan. Fenomena ABG jual diri atau kasus trafficking
dikalangan siswa tidak dapat kita ingkari. Mereka adalah anak dan siswa kita.
Apa yang bisa kita perbuat???
Ada pula siswa yang tidak memiliki
catan “kriminal”. Mereka hanyalah siswa yang menjalankan tugas sekolahnya
dengan baik. Namun mereka suka menyendiri, sulit bergaul, merasa diacuhkan
masyarakat, rendah diri, merasa diri paling benar sendiri. Apakah ini bisa
disebut siswa yang tidak bermasalah???
Dengan memahami perkembangan
psikis remaja, setidaknya kita bisa menyusun pendekatan pemecahan sesuai problem yang dihadapi secara
individual.
Pertama,
Remaja
sedang dalam pencarian identitas diri. Bantulah mereka menemukan rasa percaya
diri agar menemukan konsep hidup yang positif. Remaja semestinya lebih mengenal
dirinya sendiri daripada orang lain.
Kedua,
Masalah remaja disebabkan karena proses
perkembangan dan adaptasi diri. Orang tua dan guru semestinya menyadari proses
pengalaman ini adalah tahapan pembelajaran baginya. Remaja punya segudang
persoalan mulai dari persoalan diri sendiri, lingkungan teman sebaya, pacar,
norma, sekolah dan hubungan keluarga.
Ketiga,
Jangan memaksa mereka harus
ikut bertanggung jawab atas persoalan sosial dan masyarakat, karena
ketidakmampuan anda menjadi teladan dan idola mereka.
Keempat,
Cintailah
mereka apa adanya. Renungkanlah: bagaimana anda dulu pada saat remaja.
Study Kasus ( Case Study )
Feranda di nata, 15 tahun, adalah siswa kelas X
SMAN 1 Sidoarjo yang menciptakan pistol elektronik dan ozonizer. Pengetahuan
yang diperoleh nata tentang ketidakstabilan gas ozon dari mata pelajaran
favoritnya, biologi, fisika, kimia, ternyata tidak sia-sia. Dia berhasil menciptakan
prototipe pistol bertenaga baterai, yang mampu menembak 2000 peluru. Karena
itu, dia memperoleh medali emas pada Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia di
Jakarta.
Analisis Kasus ( Case Analysis )
Anak-anak yang berbakat
secara intelektual menurut balitbangdikbud ( 1986 ) :
1.
Membaca pada
usia lebih muda
2.
Rasa ingin
tahu yang kuat
3.
Minat yang
luas dan banyak kegemaran
4.
Dapat bekerja
sendiri
5.
Pengamatan
tajam
6.
Senang
mencoba hal-hal baru
7.
Berpikir
kritis
8.
Daya
imajinasi yang kuat
9.
Tidak cepat
puas dengan prestasinya
10.
Senang
memecahkan masalah
11.
Daya
abstraksi tinggi
12.
Kreatif dan
orisinal dalam gagasan
13.
Ingatan baik
14.
Perbendaharaan
kata
15.
Perilaku
terarah pada tujuan
Sifat dan karakter anak berbakat seperti nata dan
anak berbakat lainnya semestinya menjdi batu pijakan bagi guru untuk
mengakomodasi dan menumbuhkembangkan kreatifitas yang dimiliki siswa. Seorang
guru tidak boleh gaptek dan harus menguasai ICT untuk membangun anak bangsa
yang berkarakterdan kreatif.
Guru dan sekolah sudah saatnyamemanfaatkan ICT,
mulai dari sistem informasi manajemen, database akuntabilitas, hingga kegiatan
belajar mengajar. Disamping itu ICT dapat dikembangkan menjadi upaya
peningkatan dan pemerataan kualitas pendidikan yang efisien, efektif dan
ekonomis. Sistem pembelajaran jarak jauh memungkinkan siswa belajar tidak
terikat oleh ruang dan waktu, seperti pengembangan SMP dan SMA terbuka.
Mengingat perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi memberi pengaruh yang amat besar terhadap kehidupan manusia, seorang
guru dituntut mendayagunakan ICT dengan berbagai model dan paket pembelajaran
untuk menunjang sistem pembelajaran. Oleh karena itu program “sagusala”, satu
guru satu laptop dari dinas pendidikan provinsi jatim patut didukung.
Dengan demikian lulusan dari sekolah tidak hanya
pintar dan berpengalaman belajar saja. Siswa memiliki kemampuan dibidang ilmu
yang dipelajarinya dan kecakapan ICT, sebagai bekal untuk melanjutkan sekolah
atau didunia kerja dan industri.
Moralitas anak usia SMP bergantung dari perilaku kelompoknya ( peer group )
dan berharap bisa menjadi bagian dari kelompoknya tersebut. Orang tua harus
menjadi sahabat anak yang dapat dijadikan teman bertukar pikiran, sehingga
dapat mengetahui sejauh mana perilaku pergaulan anaknya. Orang tua harus
memiliki resep jitu agar anaknya
terhindar dari tawuran remaja atau salah pergaulan.
Pada usia SMP, pengaruh
teman bagi anak sangat besar dari pada pengaruh orang tua dan guru. Kebutuhan
berteman baginya sangat penting bagi proses perkembangan psiko-sosio
seksualnya. Artinya, anak dapat menjalankan peran sebagai remaja yang dapat
menyesuaikan diri dengan temanya sekaligus menghayati peran gendernya. Ini
penting untuk pembentukan identitas diri. Persoalan terjadi apabila teman
memberikan pengaruh negatif kepadanya. Melarang anak secara frontal untuk
menghindari temannya bagi anak akan menimbulkan perasaan-perasaan negatif
sebagai berikut :
1.
Perasaan
terisolasi dan kesepian karena kebutuhan berteman tak terpenuhi padahal
kebutuhan ini penting bagi perkembangan sosialnya.
2.
Kepribadian tidak
sehat karena merasa “terancam” dan tidak bahagia, akibatnya konsep diri menjadi
negatif.
3.
Menunjukan
“kesetiaan berlebihan” dengan harapan akan diterima oleh kelompoknya. Anak
justru tidak memiliki pengalaman belajar bersosialisasi.
Orang tua harus memberikan toleransi kepada anak
jika memang tidak mengancam masa depannya. Dengan strategi pendekatan sebagai
berikut :
Pertama,
Jangan terburu-buru memaksa
anak memutuskan pertemanannya. Upayakan tidak mengkritik atau memberi label
negatif kepada temannya. Ini hanya akan membuat anak merasa sakit hati dan
mencuri-curi waktu untuk bertemu temannya, bahkan membangkang seruan anda.
Ajaklah anak duduk bersama. Katakanlah dengan penuh kasih sayang kekhawatiran
anda tentang perilaku anak yang anda tidak sukai.
Kedua,
Nyatakan perasaan anda dan
buatlah komitmen bersama anak dengan aturan yang jelas dan tegas. Jelaskan
konsekuensi logis bila komitmen itu dilanggar yaitu harus benar-benar putus
dengan temannya. Bangunlah pemahaman dan pengertian anak agar dia bertanggung
jawab terhadap perilakunya sendiri dan konsekuensi yang bakal diterimanya,
sekalipun dia masih menjalin dengan teman yang anda tidak sukai.
Ketiga,
Menguasai diri adalah kunci
anda menguasai keadaan. Jangan pernah terbawa emosi. Bersikap tenang saat anak
benar-benar melanggar komitmen yang
telah disepakati bersama. Katakan untuk pelanggaran yang telah di sepakati ini
anda tidak bisa memberi toleransi. Dengan menahan amarah dan bersikap tenang
diharapkan anak bisa tenang dalam mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Tanyakanlah alasan kenapa dia melanggar, biasanya anak yang tertekan oleh
kelompoknya akan mengatakan, “saya tahu ma, itu melanggar tapi kan saya harus
setia kawan!”
Maka ketrampilan anda
menjawab untuk meluruskan perilakunya adalah kunci membangun kesadaran dirinya,
misalnya, “sekap setia boleh kamu tunjukan apabila teman-temanmu juga demikian,
tetapi jika teman-temanmu melanggar aturan haruskah kamu setia kepada mereka?
Mama kecewa dengan kepercayaan yang telah mama berikan!”. Ajari dia meminta
maaf, mengganti kerugian atau memperbaiki perilakunya terhadap orang lain,
termasuk resiko terburuk jika harus berurusan dengan pihak berwajib.
3. Pembangunan
Karakter Siswa SMA
Saat remaja
memasuki bangku SMA, semakin sadarlah dia bahwa dia bukan anak kecil lagi yang
bisa bermanja-manja kepada orang tua. Mereka ingin di hargai hak pribadinya,
mandiri, dan boleh tertarik kepada lawan jenis. Disisi lain, tuntutan dan
tantangan remaja dalam proses perkembangan diri mereka semakin berat. Mereka
dituntut untuk taat aturan, meraih prestasi di sekolah, memiliki teman bergaul
yang baik, tidak melakukan tindakan yang bertentangan dengan norma. Inilah yang
membuat remaja makin terjepit dengan berbagai pesan dan peran yang harus
dijalaninya.
Konflik internal terjadi
di dalam diri remaja, antara nilai-nilai hidup yang diyakininya dan kondisi
nyata yang dihadapi. Tidak jarang remaja SMA hidup penuh kekecewaan karena
nilai yang diyakininya tidak dapat menyelesaikan kegelisahan yang ada dalam
pikiran dan hatinya. Jika pada masa
sebelumnya, mereka masih patuh kepada orang tua, guru, dan sosok orang dewasa
lainnya, pada masa SMA ini dia harus berjuang menemukan jati diri dan menjadi
diri sendiri. Dia harus sanggup menyelesaikan tuntutan dan tekanan orang dewasa
sekaligus melewati perilaku kekanak kanakannya.
Di tengah arus
percepatan teknologi dan informasi, remaja tidak bisa terhindar dalam gerusan gelombang penggunaan media informasi
mulai dari sekedar kebutuhan sampai gaya hidup. Akibatnya, perilaku anti sosial
yang terinspirasi oleh berbagai macam media itu tidak dapat terelakkan. Menurut
Melvin Lewis, perilaku anti sosial adalah perilaku yang tidak dapat diterima
secara sosial yang bersifat menetap atau menyebabkan kerusakan terhadap milik
orang lain ataupun agresifitas terhadap orang lain dan tidak responsif terhadap
kontrol atau otoritas pada umumnya. Ciri khasnya perilaku ini adalah tidak
dapat bergaul dengan lingkungan sosialnya.
Bagi remaja usia
SMA, perilaku anti sosial disebabkan oleh faktor :
·
Faktor individu,
yaitu keturunan (genetik), tindakan berlebihan dengan mood negatif,
ketidakpuasan pada keadaan, frustasi dengan kehidupan, dan anggapan sekolah
adalah penjara.
·
Faktor
keluarga, yaitu perilaku orang tua dalam penyelesaian masalah, sikap orang tua
kepada anak yang tidak membangun perkembangan psikologis anak, pengusiran,
penolakan keberadaana anak, serta kurangnya cinta kasih orang tua. Orang tua
yang terlalu melindungi dan menginginkan kesempurnaan pada diri anak juga dapat
menjadi penyebabnya.
·
Faktor lingkungan,
yaitu tekanan, dan provokasi teman sebaya.
Itulah sedikit ilmu yang bisa saya sampaikan yang
mungkin belum banyak masyarakat umum ketahui tentang perkembangan anak dan
siswa didik kita.
Terima Kasih.