Saturday 28 November 2015

A. PEMBANGUNAN KARAKTER SISWA SD, SMP, SMA



A.    PEMBANGUNAN KARAKTER SISWA SD, SMP, SMA
1.       Pembangunan karakter siswa SD
Menumbuhkembangkan karakter bangsa yang bermoral bukan sekedar persoalan penyampaian teori tentang ilmu etika dan moral sebagai mata pelajaran di sekolah, melainkan membangun kebiasaan yang berkesinambungan dari hari ke hari. Bagi seorang anak, untuk membangun sebuah kebiasaan tersebut membutuhkan figure panutan yang dapat dijadikan teladan. Keteladanan dari orang sekitarnya menjadi dasar pembentukan konsep moral yang dimiliki anak. Pembentukan kepribadian anak selama ini banyak dipengaruhi oleh factor dari dalam dirinya, lingkungan sekitar, pola asuh orang tua, dan pendidikan di sekolah.
Menurut piaget (The Child’s conception of Space: 1971), pemahaman anak usia dini terhadap nilai moral dapat melalui dua cara dan bergantung pada kematangan perkembangan psikologis anak bersangkutan. Pada anak usia 2-6 tahun, perihal baik buruk dan aturan-aturan dikonsepsikan sebagai sifat yang tidak bisa dirubah atau berkekuatan tetap (heteronomous morality). Pada usia 7-12 tahun anak bisa mempertimbangkan konsekuensi logis dari tindakannya (autonomous morality).
Oleh karena itu, para orang tua dan guru perlu konsistendalam member teladan baik dan buruk kepada anak usia 2-6 tahun. Di usia itu anak tidak dapat menerima aturantentang baik buruknya yang berubah-ubah. Sesuai dengan karakteristik anak prasekolah (2-6 tahun), orang tua perlu melakukan hal-hal sebagai berikut :
a)      Merancang pola asuh dan pola didik yang tepat agar anak dapat tumbuh dan berkembang moralnya secara optimal.
b)      Member contoh nyata nilai kebaikan yang akan dikembangkan.
c)       Membiasakan disiplin melalui perilaku disiplin yang menetap.
d)      Memberikan penjelasan mengapa suatu perbuatan baik harus dilakukan, member pujian pada anak, menegur dan mengarahkan apabila mereka melakukan kekeliruan,
Dalam pendidikan pada usia dini (PAUD), anak harus disiapkan secara mental dan intelektual. Penanaman sikap mental dan moral anak usia dini dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang menyenangkan (permainan), seperti memperkenalkan nilai-nilai moral melalui aneka gambar dan dongeng. Dibutuhkan guru yang sabar dan tlaten dalam menyelami jiwa anak yang penuh imajinasi, sehingga terjalin komunikasi belajar yang kuat dan anak menjadi suka belajar kepada guru.
Pada saat anak memasuki sekolah dasar, kematangan fisiknya terlihat melalui pengendalian terhadap otot-otot motorik, seperti bisa memegang alat tulis, menulis dengan cara yang benar, dan koordinasai antar indera. Kematangan fisik inilah yang membuat siswa sekolah dasar dapat berkonsentrasi untuk melakukan kegiatan belajar disekolah secara optimal.
Daya adaptasi anak usia SD ditandai dengan kemampuannya bergaul dengan teman teman barunya dari berbagai latar belakang, menghormati guru, dan menaati tata tertib sekolah. Orang tua dan guru harus berperan aktif dalam mendorong anak untuk mengendalikan emosi dan mengontrol diri melalui ucapan dan perilaku sesuai dengan norma yang berlaku, serta menegur anak jika perilaku anak dianggap menyimpang dari kesepakatan yang sudah dibuat.
Dalam proses pembelajaran selama enam tahun, anak diharapkan memilki kecakapan hidup untuk mengatasi segala macam persoalan dan tantangan yang dihadapinya secara mandiri. Orang tua harus mendukung terciptanya kemandirian anak. Program kegiatan pembelajaran di sekolah harus dapat membangun karakter mandiri dalam diri anak, baik dalam tugas-tugas belajar yang terkait dengan kurikulum atau program pembiasaan sebagai pengembangan kepribadian anak di sekolah. Sekolah harus memperkenalkan manfaat teknologi informasi dan komunikasi kepada siswa, yang telah akrab dengan berbagai alat komunikasi canggih seperti telepon seluler dan laptop. Pengenalabn harus dilakukan sejak dini melalui pengarahan etika menggunakan peralatan ICT agar tidak terjadi penyalahgunaan fungsi teknologi tersebut dikemudian hari.
Study kasus (case Study)
                                Kegiatan smart parenting telah dilakukan di sekolah-sekolah di Surabaya. Sejak tahun 2006 hingga tahun 2012 lebih dari 90 sekolah dan 12.000 orang tua/wali murid menjadi pesertanya. Smart parenting di sekolah merupakan program seminar berupa dialog interaktif antara sekolah dan orang tua tentang kendala yang dihadapi orang tua siswa SD dan harapan akan masa depan anak di sekolah. Berikut beberapa temuan tentang perilaku siswa SD yang tidak dikehendaki oleh orang tua, guru,  dan sekolah :
a)      Foto dan Video porno dalam ponsel siswa kelas II dan IV SD
b)      Malas belajar
c)       Berani kepada orang tua, cuek pada aturan sekolah
d)      Sering bolos
e)      Pacaran
f)       Main game
g)      Tidak memiliki jadwal belajar
h)      Tidak disiplin
i)        Tidak taat beribadah
j)        Tidur terlalu malam (begadang)
k)      Bicara kasar dan sering mengumpat
Menurut anda, bagaimana cara memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi siswa SD tersebut??



Analasis Kasus (Case Analysis )
                Pada prinsipnya, tidak ada anak nakal, yang ada anak yang belum tahu caranya berbuat baik.
                Kutipan diatas bukan tanpa alasan, mengingat perilaku siswa terbangun dan dipengaruhi faktor dari dalam diri, seperti rasa ingin tahu, hasrat menghadapi tantangan, ingin menjelajah, dan coba-coba, serta dari luar diri berupa pengaruh teman sebaya, tontonan/tayangan, dan informasi yang diperoleh.
                Perilaku siswa yang tidak sesuai dengan nilai-nilai moral yang dikehendaki dapat dipetakan dengan mengemukakan alasan mendasar mereka melakukan perbuatan itu.
Pertama : Perbuatan yang Tidak Diketahui
                Pada kasus video porno pada ponsel siswa kelas II SD, menurut pengakuan anak bersangkutan dan orang tuanya, mereka membeli ponsel bekas. Dikarenakan ketidakpahaman akan pengoperasian fitur-fitur yang ada di dalamnya, kejadian itu tidak dapat dihindari.
Kedua : Rasa Ingin Tahu
                Rasa ingin tahu anak usia kelas IV SD sangat besar terhadap sesuatu yangmenarik perhatian, ditambah kecepatan kematangan biologis sehingga mereka secara sembunyi-sembunyi ingin mendapatkan atau mengoleksibahkan menyimpan gambar dan video porno. Bisa jadi rasa ingin tahu menjadi penyebab utama, namun bisa juga karena pengaruh teman sebaya ( berbagai film ) dan sebagainya.
Ketiga : Tidak Sengaja
                Anak mengumpat bisa jadi merupakan reaksi spontan dari sebuah perlakuanyang tidak menyenangkan. Dengan kata lain, anak secara tidak sengaja mengumpat. Umpatan tidak sengaja ini mungkin saja dia dapatkan dari pergaulan dengan orang-orang disekitarnya, anggota keluarga, teman sekolah dan teman bermain di rumah. Oleh karena itu, orang tua dan guru tidak boleh langsung menghakimianak dengan hukuman tanpa melihat latar belakang anak tersebut mengumpat. Reaksi berlebihan terhadap umpatan anak hanya akan memperkuat perilakunya atau lebih parah lagi, umpatan dibalas dengan umpatan.
Keempat : Sengaja Melanggar
                Perbuatan sengaja melanggar oleh siswa biasanya dilatarbelakangi oleh perasaan tidak puas terhadap orang tua/guru dan bentuk protes atas ketidakpedulian mereka. Disisi lain, perbuatan sengaja melanggar merupakan pemberontakan pada sebuah peraturan yang dirasa terlalu mengekang. Padahal, anak usia SD terutama yang sudah mengalami pubertas, memiliki kebutuhan untuk diakui ( self esteem needs )
Penyelesaian Masalah Kreatif ( Creative Problem Solving )
                Sudah saatnya orang tua dan guru bekerjasama dalam merancang pembentukan karakter anak didiknya. Menurut lawrence kohlberg, orientasi moral anak usia SD ( 6-12 tahun ) bergantung pada baik buruknya suatu tindakan yang mengandung konsekuensi logis yang diterimanya. Secara naluri, anak usia SD akan berusaha taat terhadap aturan dan tidak ingin dihukum. Untuk mengupayakan naluri taat terhadap aturan dan tidak ingin dihukum, orang tua harus melakukan hal-hal berikut :
1.       Sejak dini memperkenalkan dan membiasakan aturan atau sistem nilai yang dianut dalam suatu keluarga.
2.       Senantiasa membiasakan ketaatan dan kebaikan dalam perkataan dan perbuatan. Orang tua memberikan teladan langsung kepada seluruh anggota keluarga.
3.       Menciptakan ruang komunikasi yang terbuka bagi seluruh anggota keluarga sehingga tercipta sebuah hubungan yang harmonis, saling percaya, dan terikat secara emosi.
4.       Kesediaan untuk saling menegur jika ada tindakan anggota keluarga yang tidak sesuai dengan aturan yang telah disepakati.
5.       Membiasakan berkomunikasi dengan kalimat-kalimat baik dalam keseharian sebagai bentuk ungkapan kasih sayang.
6.       Penggunaan peralatan TIK dalam keluarga sebaiknya didasarkan pada kebutuhan, bukan sekedar mengikuti trend atau gengsi.
Keterlibatan orang tua dalam pengembangan karakter anak amat dibutuhkan, terutama pada saat anak berada didalam pendidikan sekolah dasar. Usia SD sangat tepat untuk meletakan fondasi bagi terbentuknya konsep moralitas anak. Sementara itu, relasi dan komunikasi yang harmonis antara siswa, guru, dan sekolah akan mencoptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan siswa.
Bagi guru, perilaku yang diharapkan siswa SD adalah sebagai berikut : seorang guru dapat menggunakan kemampuan mendengarkan  empati ( empatic listening ) untuk mengajar dan kegiatan pembelajaran, menjadi sahabat siswa, dan menjadi teladan yang baik.
Guru abad 21 dituntut memiliki kecakapan komunikasi dan kemampuan mempengaruhi untuk membangkitkan motivasi belajar siswa. Sebagai penguatan ( reinforcement ), guru dapat memberikan contoh-contoh kisah sukses diri sendiri, alumni, atau tokoh-tokoh lain. Kisah kegagalan juga perlu diceritakan dengan mengurai penyebabnya agar siswa bisa belajar dari kegagalan tersebut. Kejujuran guru dalam menjelaskan kesuksesan dan kegagalan tokoh adalah modal paling dasar bagi kepercayaan siswa. Kejujuran seorang guru tercermin pada ucapan dan perilaku yang dapat memegang teguh prinsip dan tatanan yang benar, taat terhadap aturan, berani mengakui kekurangan dan kesalahan diri, bertanggung jawab dan dapat dipercaya.
Keberanian guru untuk menceritakan pengalaman kegagalannya akan dilihat sebagai sisi manusiawi oleh siswa dan dapat memberikan inspirasi kepada dirinya. Siswa merasa pengalaman tersebut memiliki kemiripan dengan pengalaman kesulitan belajar yang dialaminya. Seorang guru yang bercerita atau mengarang cerita tentang kesuksesannya saja, tanpa pernah mengalami kegagalan oleh sebagian siswa yang kritis akan dicurigai sebagai cerita ilusi dan bualan belaka. Apalagi jika guru tidak dapat menjelaskan langkah konkret dalam menempuh keberhasilan itu.
Keteladanan  guru dapat terwujud dalam bentuk perilaku yang bersahabat, menjalankan kegiatan dengan jujur, dapat dipercaya, serta memberi contoh perilaku yang dapat menginspirasi siswa untuk semangat dalam belajar. Keteladanan itu tidak di buat-buat, tetapi sudah menjadi kebiasaan sehari-hari, baik saat mengajar dikelas maupun melalui ucapan, perasaan, tindakan, dan kepekaan dalam menghadapi berbagai situasi. Ketika guru mampu menjadi teladan bagi siswa, maka sosok guru itu akan terinternalisasi didalam hati siswa.

2.  Pembangunan Karakter Remaja Siswa SMP
   Bebagai penyuluhan seperti pencegahan narkoba dan seks bebas diperuntukan bagi remaja. Ini artinya remaja memang rentan terhadap perilaku yang membahayakan dirinya dan masyarakat di sekitarnya. Kenyataan ini tidak boleh kita abaikan. Bagaimana kalau mereka itu anak-anak atau siswa kita?
          Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada masa itu terjadi proses pencarian jati diri. Remaja akan menghadapi berbagai masalah yang menyertai prosespertumbuhannya secara fisik, kognitif, emosi, sosial, dan spiritual. Remaja belum dapat menemukan pijakan yang kokoh bagi pembentukan konsep dirinya sehingga sering membuat masalah bagi dirinya dan lingkungannya. Konflik batin ( kecewa, cemas, marah ), libido seksual, agresiftas (menurut freud), dorongan untuk berkuasa ( menurut adler ), dan ketidaksadaran kolektif ( menurut jung ) bisa membuat remaja kehilangan nilai kemanusiaan dalam berperilaku.
          Remaja pesimis akan masa depannya sendiri, acuh terhadap tugas sekolah. Ini terjadi karena mereka mengalami sendiri kepahitan hidup, sehingga lebih memilih mempertahankan hidup daripada sekolah. Penyebab lainnya, mereka mereka berada pada linggungan yang tidak bersahabat, ditambah hasrat besar untuk hidup lebih enak. Bagi mereka, hidup instan adalah alternatif pilihan. Fenomena ABG jual diri atau kasus trafficking dikalangan siswa tidak dapat kita ingkari. Mereka adalah anak dan siswa kita. Apa yang bisa kita perbuat???
                Ada pula siswa yang tidak memiliki catan “kriminal”. Mereka hanyalah siswa yang menjalankan tugas sekolahnya dengan baik. Namun mereka suka menyendiri, sulit bergaul, merasa diacuhkan masyarakat, rendah diri, merasa diri paling benar sendiri. Apakah ini bisa disebut siswa yang tidak bermasalah???
          Dengan memahami perkembangan psikis remaja, setidaknya kita bisa menyusun pendekatan  pemecahan sesuai problem yang dihadapi secara individual.
Pertama,
      Remaja sedang dalam pencarian identitas diri. Bantulah mereka menemukan rasa percaya diri agar menemukan konsep hidup yang positif. Remaja semestinya lebih mengenal dirinya sendiri daripada orang lain.
Kedua,
      Masalah remaja disebabkan karena proses perkembangan dan adaptasi diri. Orang tua dan guru semestinya menyadari proses pengalaman ini adalah tahapan pembelajaran baginya. Remaja punya segudang persoalan mulai dari persoalan diri sendiri, lingkungan teman sebaya, pacar, norma, sekolah dan hubungan keluarga.
Ketiga,
          Jangan memaksa mereka harus ikut bertanggung jawab atas persoalan sosial dan masyarakat, karena ketidakmampuan anda menjadi teladan dan idola mereka.
Keempat,
      Cintailah mereka apa adanya. Renungkanlah:  bagaimana anda dulu pada saat remaja.

Study Kasus ( Case Study )
       Feranda di nata, 15 tahun, adalah siswa kelas X SMAN 1 Sidoarjo yang menciptakan pistol elektronik dan ozonizer. Pengetahuan yang diperoleh nata tentang ketidakstabilan gas ozon dari mata pelajaran favoritnya, biologi, fisika, kimia, ternyata tidak sia-sia. Dia berhasil menciptakan prototipe pistol bertenaga baterai, yang mampu menembak 2000 peluru. Karena itu, dia memperoleh medali emas pada Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia di Jakarta.
Analisis Kasus ( Case Analysis )
          Anak-anak yang berbakat secara intelektual menurut balitbangdikbud ( 1986 ) :
1.       Membaca pada usia lebih muda
2.       Rasa ingin tahu yang kuat
3.       Minat yang luas dan banyak kegemaran
4.       Dapat bekerja sendiri
5.       Pengamatan tajam
6.       Senang mencoba hal-hal baru
7.       Berpikir kritis
8.       Daya imajinasi yang kuat
9.       Tidak cepat puas dengan prestasinya
10.   Senang memecahkan masalah
11.   Daya abstraksi tinggi
12.   Kreatif dan orisinal dalam gagasan
13.   Ingatan baik
14.   Perbendaharaan kata
15.   Perilaku terarah pada tujuan
Sifat dan karakter anak berbakat seperti nata dan anak berbakat lainnya semestinya menjdi batu pijakan bagi guru untuk mengakomodasi dan menumbuhkembangkan kreatifitas yang dimiliki siswa. Seorang guru tidak boleh gaptek dan harus menguasai ICT untuk membangun anak bangsa yang berkarakterdan kreatif.
Guru dan sekolah sudah saatnyamemanfaatkan ICT, mulai dari sistem informasi manajemen, database akuntabilitas, hingga kegiatan belajar mengajar. Disamping itu ICT dapat dikembangkan menjadi upaya peningkatan dan pemerataan kualitas pendidikan yang efisien, efektif dan ekonomis. Sistem pembelajaran jarak jauh memungkinkan siswa belajar tidak terikat oleh ruang dan waktu, seperti pengembangan SMP dan SMA terbuka.
Mengingat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memberi pengaruh yang amat besar terhadap kehidupan manusia, seorang guru dituntut mendayagunakan ICT dengan berbagai model dan paket pembelajaran untuk menunjang sistem pembelajaran. Oleh karena itu program “sagusala”, satu guru satu laptop dari dinas pendidikan provinsi jatim patut didukung.
Dengan demikian lulusan dari sekolah tidak hanya pintar dan berpengalaman belajar saja. Siswa memiliki kemampuan dibidang ilmu yang dipelajarinya dan kecakapan ICT, sebagai bekal untuk melanjutkan sekolah atau didunia kerja dan industri.

Moralitas anak usia SMP bergantung dari perilaku kelompoknya ( peer group ) dan berharap bisa menjadi bagian dari kelompoknya tersebut. Orang tua harus menjadi sahabat anak yang dapat dijadikan teman bertukar pikiran, sehingga dapat mengetahui sejauh mana perilaku pergaulan anaknya. Orang tua harus memiliki resep  jitu agar anaknya terhindar dari tawuran remaja atau salah pergaulan.
          Pada usia SMP, pengaruh teman bagi anak sangat besar dari pada pengaruh orang tua dan guru. Kebutuhan berteman baginya sangat penting bagi proses perkembangan psiko-sosio seksualnya. Artinya, anak dapat menjalankan peran sebagai remaja yang dapat menyesuaikan diri dengan temanya sekaligus menghayati peran gendernya. Ini penting untuk pembentukan identitas diri. Persoalan terjadi apabila teman memberikan pengaruh negatif kepadanya. Melarang anak secara frontal untuk menghindari temannya bagi anak akan menimbulkan perasaan-perasaan negatif sebagai berikut :
1.       Perasaan terisolasi dan kesepian karena kebutuhan berteman tak terpenuhi padahal kebutuhan ini penting bagi perkembangan sosialnya.
2.       Kepribadian tidak sehat karena merasa “terancam” dan tidak bahagia, akibatnya konsep diri menjadi negatif.
3.       Menunjukan “kesetiaan berlebihan” dengan harapan akan diterima oleh kelompoknya. Anak justru tidak memiliki pengalaman belajar bersosialisasi.
Orang tua harus memberikan toleransi kepada anak jika memang tidak mengancam masa depannya. Dengan strategi pendekatan sebagai berikut :
Pertama,
          Jangan terburu-buru memaksa anak memutuskan pertemanannya. Upayakan tidak mengkritik atau memberi label negatif kepada temannya. Ini hanya akan membuat anak merasa sakit hati dan mencuri-curi waktu untuk bertemu temannya, bahkan membangkang seruan anda. Ajaklah anak duduk bersama. Katakanlah dengan penuh kasih sayang kekhawatiran anda tentang perilaku anak yang anda tidak sukai.
Kedua,
          Nyatakan perasaan anda dan buatlah komitmen bersama anak dengan aturan yang jelas dan tegas. Jelaskan konsekuensi logis bila komitmen itu dilanggar yaitu harus benar-benar putus dengan temannya. Bangunlah pemahaman dan pengertian anak agar dia bertanggung jawab terhadap perilakunya sendiri dan konsekuensi yang bakal diterimanya, sekalipun dia masih menjalin dengan teman yang anda tidak sukai.
Ketiga,
          Menguasai diri adalah kunci anda menguasai keadaan. Jangan pernah terbawa emosi. Bersikap tenang saat anak benar-benar melanggar komitmen  yang telah disepakati bersama. Katakan untuk pelanggaran yang telah di sepakati ini anda tidak bisa memberi toleransi. Dengan menahan amarah dan bersikap tenang diharapkan anak bisa tenang dalam mempertanggungjawabkan perbuatannya. Tanyakanlah alasan kenapa dia melanggar, biasanya anak yang tertekan oleh kelompoknya akan mengatakan, “saya tahu ma, itu melanggar tapi kan saya harus setia kawan!”
          Maka ketrampilan anda menjawab untuk meluruskan perilakunya adalah kunci membangun kesadaran dirinya, misalnya, “sekap setia boleh kamu tunjukan apabila teman-temanmu juga demikian, tetapi jika teman-temanmu melanggar aturan haruskah kamu setia kepada mereka? Mama kecewa dengan kepercayaan yang telah mama berikan!”. Ajari dia meminta maaf, mengganti kerugian atau memperbaiki perilakunya terhadap orang lain, termasuk resiko terburuk jika harus berurusan dengan pihak berwajib.

3.      Pembangunan Karakter Siswa SMA
Saat remaja memasuki bangku SMA, semakin sadarlah dia bahwa dia bukan anak kecil lagi yang bisa bermanja-manja kepada orang tua. Mereka ingin di hargai hak pribadinya, mandiri, dan boleh tertarik kepada lawan jenis. Disisi lain, tuntutan dan tantangan remaja dalam proses perkembangan diri mereka semakin berat. Mereka dituntut untuk taat aturan, meraih prestasi di sekolah, memiliki teman bergaul yang baik, tidak melakukan tindakan yang bertentangan dengan norma. Inilah yang membuat remaja makin terjepit dengan berbagai pesan dan peran yang harus dijalaninya.
Konflik internal terjadi di dalam diri remaja, antara nilai-nilai hidup yang diyakininya dan kondisi nyata yang dihadapi. Tidak jarang remaja SMA hidup penuh kekecewaan karena nilai yang diyakininya tidak dapat menyelesaikan kegelisahan yang ada dalam pikiran dan hatinya.  Jika pada masa sebelumnya, mereka masih patuh kepada orang tua, guru, dan sosok orang dewasa lainnya, pada masa SMA ini dia harus berjuang menemukan jati diri dan menjadi diri sendiri. Dia harus sanggup menyelesaikan tuntutan dan tekanan orang dewasa sekaligus melewati perilaku kekanak kanakannya.
Di tengah arus percepatan teknologi dan informasi, remaja tidak bisa terhindar dalam  gerusan gelombang penggunaan media informasi mulai dari sekedar kebutuhan sampai gaya hidup. Akibatnya, perilaku anti sosial yang terinspirasi oleh berbagai macam media itu tidak dapat terelakkan. Menurut Melvin Lewis, perilaku anti sosial adalah perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial yang bersifat menetap atau menyebabkan kerusakan terhadap milik orang lain ataupun agresifitas terhadap orang lain dan tidak responsif terhadap kontrol atau otoritas pada umumnya. Ciri khasnya perilaku ini adalah tidak dapat bergaul dengan lingkungan sosialnya.
Bagi remaja usia SMA, perilaku anti sosial disebabkan oleh faktor :
·         Faktor individu, yaitu keturunan (genetik), tindakan berlebihan dengan mood negatif, ketidakpuasan pada keadaan, frustasi dengan kehidupan, dan anggapan sekolah adalah penjara.
·         Faktor keluarga, yaitu perilaku orang tua dalam penyelesaian masalah, sikap orang tua kepada anak yang tidak membangun perkembangan psikologis anak, pengusiran, penolakan keberadaana anak, serta kurangnya cinta kasih orang tua. Orang tua yang terlalu melindungi dan menginginkan kesempurnaan pada diri anak juga dapat menjadi penyebabnya.
·         Faktor lingkungan, yaitu tekanan, dan provokasi teman sebaya.
Itulah sedikit ilmu yang bisa saya sampaikan yang mungkin belum banyak masyarakat umum ketahui tentang perkembangan anak dan siswa didik kita.
Terima Kasih.
 

1 comment: